Solusi Kenakalan Remaja dalam Islam
Kali ini izinkan saya berbagi informasi mengenai sebab-sebab adanya kenakalan remaja yang menular dengan sangat cepat di suatu daerah, menebar di lingkungan ibu kota, sehingga dapat mencoreng nama bangsa. Berbagai macam peyebab yang dituliskan disini adalah bersumber dari pengalaman dan ungkapan langsung kerabat dekat yang ‘sudah menjadi orang-orang dewasa nan sholih’, insya Allah, yang mana dalam perjalanan hidup mereka, ada ‘masa sebutan nakal’ itu, dan penyesalan terjadi tatkala telah mempelajari ilmu agama lebih mendalam.
Mari kita simak ibroh dari pengalaman mereka, agar dapat kita petik hikmahNya.
Kenakalan remaja yang yang merupakan pelanggaran status di antaranya adalah membolos sekolah, kabur dari rumah, kecondongan perilaku seksual, mempermainkan banyak lawan jenis, minum minuman beralkohol di bawah umur, dan perilaku yang tidak mengikuti peraturan sekolah atau orang tua.
Bukan merupakan prilaku kejahatan kriminal (perampokan, penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan) naudzubillahi minzaliik.
Di antara mereka, baik lelaki maupun perempuan, ada kalanya melakukan hanya satu atau dua jenis kebiasaan buruk yang disebut sebagai kenakalan remaja tersebut. Namun ada pula yang pernah melakukan semua itu, terutama jika mereka berada dalam suatu genk atau klub populer di sekolah.
Setelah usia menginjak 25 tahun ke atas, mereka merenungi masa ‘remaja yang banyak berulah’, ada yang senyum malu, ada yang merasa sangat menyesal, ada pula yang tampak biasa saja dan telah melupakan ‘ulah-ulah nakalnya’ di saat remaja.
Sebab-sebab mereka berada dalam ‘kesenangan berulah’ tersebut antara lain :
Kondisi orang tua, kurangnya pengawasan dari orang tua, atau malah orang tua mendukung seluruh permintaan anak tanpa ada pertimbangan matang. Misalnya mrs V bilang, “Zaman gue dari kecil, sampailah smp, gue gak pernah lihat mama dan papa siang sampe sore di rumah, karena kan sibuk… Jadi yaaaah, gue punya pacar banyak, hehehehe, jadi banyak yang gantian main ke rumah, kan asyik, banyak yang perhatian ke gue, sayang-sayangan, meskipun gak sampai ke hal-hal yang lebih buruk…”
Sungguh kita tak akan menyangka bahwa beliau yang pakaiannya sangat islami, anak-anaknya sudah besar ini, dulu waktu usia smp sampai kuliahan hobi bercelana ketat (seperti celana dalaman saja) dan pakaian kaos tanpa lengan. Karena apa? “Kondisi orang tuaku, ortu mana tau baju islami, sholat aja masih bolong-bolong kok, dulu yah gitu…” Lanjutnya, orang tuanya merasa ‘pakaian anaknya wajar’, tiap minta uang pasti dikasih, alhasil anaknya punya kebebasan berpikir dan bersikap, contohnya ada mrs X yang karena duit jajannya banyak, ia jadi mau ‘bermain-main’ dengan minuman beralkohol dan rokok. Orang tua pun tak mengetahui kalau anaknya pernah bolos sekolah, Na’udzubillahi minzaliik, Kondisi ini bila berterusan, bisa merembet pada gaya hidup pergaulan bebas dan perzinahan, astaghfirrulloh…
Efek dari lingkungan sosial. Bisa kita renungkan lagi, hampir semua orang tua ‘yang sudah sukses’ mengantar anak-anak menuju pendewasaan diri, pasti bersikap mengetahui lingkungan-lingkungan sosial anak-anak mereka. Saya dan beberapa kerabat mengalami hal ini, orang tua kami mengetahui siapa-siapa ayah ibu dari teman-teman yang rajin berkunjung ke rumah, siapa saja teman les dan teman sekelas kita di sekolah, siapa saja teman pramuka, karate, dan klub-klub yang diikuti anak. Bahkan orang tua menjalin hubungan baik dengan para orang tua teman-teman itu, juga dengan guru-guru di sekolah dan di klub-klub kreativitas anak-anak.