Melihat Sistem Pemerintahan Demokrasi dalam Sudut Pandang Islam


Suatu saat ada seorang politikus dari suatu Partai melakukan kampanye di salah satu wilayah di Indonesia. Dia mengklaim pada saat pemerintahan partainya berkuasa indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera serta dihormati banyak negara. Lalu juru kampanye ini bertanya kepada masa yang hadir, soal kepuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini.

Menurut dia, kondisi perekonomian pun terus membaik. Kemiskinan dan pengangguran diklaim kurang. “Benarkah negara kita tidak ada kemajuan sama sekali?” katanya, “Benarkah hidup rakyat semakin sengsara? Coba siapa punya HP?” Ribuan simpatisan yang hadir ada yang nyahut, ada pula yang tunjuk tangan. “Nah kan, bohong kalau engga,” katanya, Ia terus menjelaskan beberapa capaian dan  keberhasilan pemerintahan. “Jadi Siapa yang sengsara?” Sambungnya lagi.



Pertanyaan itu langsung di respon oleh ratusan masa yang berada di sebelah kanan panggung. Kumpulan masa itu mayoritas anak-anak muda “Saya yang sengsara,” mereka berteriak. Mendengar keluhan itu, Iai pun berpaling dan mengulangi kembali pertanyaan, suara sudut ini meredup. Ia kemudian mengeluarkan nasihat “Jangan begitu, nanti Allah marah, pakaiannya bagus-bagus. Jadi tidak seperti itu, ya..” katanya. Kampanye dimanfaatkan untuk “pamer” sukses atau  membongkar kegagalan pemerintah yang berkuasa.

Ia mengelabui rakyat dengan menetapkan standar semu keberhasilan pemerintahan dan kesehteraan rakyat. Padahal tak layak seorang politukus berkata seperti itu terhadap masyarakat. Membuat standar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan HP dan pakaian yang bagus.

Lalu seperti apa seharusnya peran seorang pemimpin negara yang baik menurut islam? Mari kita lihat ke masa Khalifah Harun Ar Rasyid, dimana pada masa pemerintahannya, beliau benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya dari berbagai bidang dengan sistem yang digunakannya yaitu sistem pemerintahan Islam. Begitu pula disampingnya ada seorang Istri yang berhasil membuat penemuan yang sangat besar yang sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat dunia yaitu menginisiasi pembangunan saluran air di Makkah, agar air mudah mengalir untuk dimanfaatkan warga dikawasan tersebut dan terutama untuk para jema’ah haji dan umrah.

Wajar saja bila saat kampanye masih banyak rakyat yang menyampaikan bahwa hidupnya itu masih miskin karena ini memang fakta siapa saja bisa melihatnya secara langsung. Kemiskinan itu tidak bisa dinilai dari HP dan baju bagus. Tapi inilah sistem Demokrasi Kapitalis memandang kesuksesan hanya dari gaya hidup materialistik. Sedangkan dari segi pemikiran, perilaku, kecerdasan, kebangkitan dan kesatuan masyarakat tidak pernah diaturnya. Dalam Islam yang menjadi standar kesuksesan dan kesejahteraan rakyat adalah menerapkan secara menyeluruh aturan Islam dan bertaqwa kepada Allah dalam kehidupan. Karena sejatinya yang memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan itu adalah Allah. Maka bila ingin bahagia taatlah kepada Allah dan gunakan Aturan Islam dalam kehidupan. Wallahua’alam bi ash showab.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+